Containerization Dengan Docker

 Mengenal Teknologi Containerization dengan Docker

Pada tulisan ini, Nostra akan sharing tentang salah satu teknologi yang sedang hype, yaitu Containerization. Tulisan ini bukan cuma untuk kalian para DevOps saja, tetapi juga berguna untuk para Application Developer. Mengapa demikian? simak tulisan ini sampai akhir.

Kalau kita bicara tentang Containerization, tentu kita perlu tau terlebih dahulu apa itu Containerization dan apa pilihan selain hal tersebut? Berangkat dari pertanyaan itu, kami akan membahas sekilas tentang Software Architecture. Setiap pengembangan aplikasi ataupun sistem pasti melewati tahap design, dimana pada fase tersebut akan dilakukan berbagai rancangan-rancangan mengenai apa yang akan dibuat. Rancangan pada fase tersebut tidak terbatas pada rancangan UI/UX saja, tetapi juga rancangan arsitektur dari sistem/aplikasi tersebut. Salah satu software architecture adalah microservices, well pembahasan tentang software architecture mungkin akan kami sajikan pada lain kesempatan.

Apa sih microservices itu?
Secara sederhana arsitektur microservices adalah sebuah rancangan dimana aplikasi tersusun atas banyak fungsi-fungsi (services) yang dapat berdiri sendiri.



Pemisahan fungsi tersebut akan membuat sistem/aplikasi menjadi loose coupled dan highly scalable. Mengapa menjadi highly scalable? Hal tersebut dikarenakan dengan arsitektur microservices kita dapat melalukin scaling sesuai kebutuhan dari masing-masing fungsi/service, sehingga ketika terdapat beberapa service yang butuh scaling maka kita cukup melakukan scaling pada fungsi tersebut saja. Keuntungan lain dari arsitektur seperti ini adalah kita dapat melakukan release aplikasi dengan siklus yang lebih cepat, seperti melakukan release setiap satu service selesai dikembangkan.

Lalu bagaimana antar-services tersebut dapat berkomunikasi? Well secara sistem mereka akan saling berkomunikasi dengan menggunakan interfaces yang telah disediakan pada setiap services, dimana komunikasi tersebut dilakukan menggunakan protokol yang ringan sehingga dapat berlangsung secara cepat, seperti menggunakan JSON/REST maupun ProtoBuff/gRPC.

Setelah membahas sekilas tentang microservices, mari kita masuk ke dalam pembahasan mengenai containerization itu sendiri. Well dalam mengelola aplikasi tentunya kita membutuhkan server, dimana umumnya pada server tersebut kita akan membangun Virtual Machines (VM) yang menjadi pijakan aplikasi kita untuk dapat berjalan. Beberapa tahun terakhir muncul sebuah pendekatan baru yang menjadi pesaing environment VMs tersebut, yaitu teknologi Containerization. Sebenarnya teknologi ini sudah lama ada, namun baru menjadi hype ketika Docker memperkenalkan produk mereka kepada dunia.

Apa sih Containerization itu?
Containerization itu sendiri adalah pendekatan dimana kita menjalankan multiple instances (containers) pada satu Operating System (OS) yang sama, dimana containers tersebut akan memiliki shared kernel.

Serupa dengan VM, dimana pada satu Host OS kita dapat menjalankan berbagai aplikasi lain yang terisolasi dari Host kita. Perbedaan utama antara virtualization dan containerization adalah pada virtualization kita menyalakan OS di dalam OS, sehingga secara resource dan performance akan lebih berat dibandingkan dengan containerization yang melakukan isolasi dari masing-masing aplikasi ke dalam virtual environment dengan shared kernel milik host. Tetapi bukan berarti virtualization adalah teknologi yang buruk, sebenarnya kedua teknologi tersebut memiliki tujuan yang sedikit berbeda. Kalau kita ingin memiliki environment yang sangat terisolasi satu sama lain, maka sebaiknya kita menggunakan VM. Apabila kita tidak perlu isolasi 100% maka containerization bisa menjadi pertimbangan.


Well sekilas sudah kita berbicara tentang arsitektur dan containerization, mari kita mulai membahas Docker. Docker adalah sebuah platform containerization yang sangat populer dan semakin populer. Docker memberikan kemudahan untuk menggunakan ataupun membangun ‘isolated’ environment untuk aplikasi. Penggunaan containerization dapat membantu kita dalam memahami konsep microservices, dimana satu container hanya untuk satu fungsi saja.




Bagaimana penggunaan Docker itu sendiri?
Docker dapat kita jalankan melalui terminal dengan command yang cukup sederhana, seperti pada gambar berikut.


Menyalakan dan mematikan sebuah container dapat dilakukan dengan command ‘start’ dan ‘stop’ melalui command line, demikian juga untuk melihat informasi container apa saja yang sedang berjalan dengan command ‘docker ps’.

Untuk memulai menggunakan Docker pun sesederhana melakukan download dan install docker, kemudian Docker dapat digunakan melalui command line. Serupa dengan virtualization yang membuat VM melalui image dari OS, containerization pada docker pun membutuhkan image untuk dapat menyalakan sebuah containers. Sebagai contoh, untuk dapat menjalankan ‘docker start mysql’ kita perlu memiliki image dari container tersebut terlebih dahulu, bisa melalui Docker Hub ataupun membuatnya sendiri dengan menggunakan Dockerfile. Setelah memiliki image terkait, kita bisa menjalankannya dengan menggunakan perintah ‘docker run’, dimana pada momen tersebut kita dapat melakukan berbagai konfigurasi seperti port forwarding, pemberian nama untuk container yang dibuat, bahkan melakukan pengaturan environment variable dari container tersebut.



Demikian hal-hal paling minimum yang perlu diketahui untuk memulai petualangan ke negeri Docker. Masih banyak command pada Docker yang dapat dieksplorasi, seperti ‘docker save’ dan ‘docker load’ yang sangat berguna dalam development. Fungsi dua command tersebut sangat sederhana, namun sangat membantu developer dalam satu tim untuk memiliki konfugurasi yang sama. Contoh sederhananya adalah ketika kita mengembangkan aplikasi, kita bisa menggunakan docker container untuk MySQL dan melakukan berbagai konfigurasi terkait database (mungkin mengatur user, privillege, dll). Karena kita menjalankan MySQL Containers, maka dengan menjalankan command ‘docker save’ kita bisa membagikan image tersebut pada rekan satu tim, sehingga mereka cukup menggunakan ‘docker load’ dan akan memiliki image dari MySQL containers yang telah dikonfigurasi, sehingga satu tim memiliki environment MySQL yang sama.

Sekian dulu untuk malam ini, semoga bermanfaat.
Selamat melakukan eksplorasi ke negeri Docker!

P.S.
Keuntungan lain dari penggunaan Docker adalah kita dapat menjalankan aplikasi yang mungkin tidak tersedia untuk OS tertentu, seperti tidak tersedianya Oracle Database untuk macOS. Berkat adanya images dari Oracle Database yang berjalan di atas Linux, maka pengguna macOS bisa tersenyum karena hal tersebut berarti macOS dapat menjalankan Oracle Database.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Teknologi Containerization dengan Docker