Study Kasus Delivery Model

 Pada umumnya, ada tiga delivery model sebuah produk Cloud Computing, yaitu:

  • Infrastructure-as-a-Service (IaaS)
  • Platform-as-a-Service (PaaS)
  • Software-as-a-Service (SaaS)

Yang membedakan ketiganya adalah produk yang diberikan kepada customer.

Dalam delivery model IaaS, yang diberikan (dijual) adalah infrastruktur IT, misalnya adalah sebuah VM, dedicated server, dan sebagainya yang lebih mendekati hardware. Infrastruktur ini yang nantinya dapat digunakan oleh customer. Customer bisa menentukan software apa yang akan dipasang di infrastruktur tersebut, bahkan sampai Sistem Operasinya.

Sebagai contoh, Indra memiliki server yang tidak selalu terpakai di perusahaannya, anggap saja 128 CPU, 128 GB RAM. Selain itu perusahaannya memiliki koneksi internet 10G (10gbps). Server dan koneksi tersebut adalah salah satu infrastruktur yang dapat dijual. Untuk mendapatkan pasar yang luas, ia perlu membuat produk yang fleksibel sehingga memenuhi kebutuhan calon customernya.

Cara yang dilakukan adalah, Indra membuat VM-VM di servernya tersebut dengan alokasi hardware sesuai kebutuhan customer.

Misal ada yang memerlukan server yang kuat untuk encoding video, untuk hosting website, dan sebagainya. Setelah melakukan riset pasar, Indra memutuskan untuk membuat tiga paket.

1. High Performance (16 shared CPU, 2 GB RAM)
2. High Availability (4 dedicated CPU, 4 GB RAM)
3. Fast (4 shared CPU, 2 GB RAM)
4. Standard (2 shared CPU, 2 GB RAM)

Berikut alokasinya,

  • 8 High Performance menggunakan 32 CPU (shared) dan 16 GB RAM dari server
  • 8 High Availability menggunakan 32 CPU dan 32 GB RAM dari server
  • 16 Fast menggunakan 32 CPU (shared) dan 32 GB RAM dari server
  • 24 Standard menggunakan 32 CPU (shared) dan 48 GB RAM dari server

Dilihat dari alokasinya, Indra dapat menentukan harga untuk tiap paket, misalnya 1 CPU = Rp. 50.000, 1 GB RAM = Rp. 50.000, maka

  1. High Performance (32 + 16) * Rp. 50.000 / 8 = Rp. 300.000
  2. High Availability (32 + 32) * Rp. 50.000 / 8 = Rp. 400.000
  3. Fast (32 + 32) * Rp. 50.000 / 16 = Rp. 200.000
  4. Standard (32 + 48) * Rp. 50.000 / 24 = Rp. 166.666 dibulatkan menjadi Rp. 165.000

Untuk internet, batasi tiap VM maksimal 1gbps dari 10G karena kemungkinan tidak semua menggunakan 1gbps secara bersamaan, ketika 1 VM download sangat mungkin akan mendapat fullspeed 1gbps. Bahkan dalam worst case scenario ketika semua download, masing-masing VM masih mendapat 180~ mbps dari koneksi 10G yang tersedia.

Nah, paket-paket yang dibuat Indra inilah produk yang dapat dijual sebagai IaaS. Karena yang membutuhkan infrastruktur tidak perlu membelinya, tapi dapat menggunakan infrastruktur yang dikelola oleh Indra.

Sedangan untuk PaaS, yang dijual adalah platform di dalam sebuah infrastruktur, misalnya DB, Router, cPanel, dan sebagainya.

Anggap Paijo adalah customer Indra, ia mendapatkan 1 paket high availability. Paijo ingin berbisnis juga. Dia melihat banyak orang yang kesusahan dalam mengelola database agar optimal, sehingga ia berencana untuk menjual database yang siap pakai, tidak perlu install dan setting server.

Maka Paijo, berbekal paket High Availability yang dibeli dari Indra, menginstall database dan mengoptimalkannya di VM tersebut. Kemudian ia menjualnya dalam bentuk domain, port, dan kredensial untuk login ke databasenya. Itulah produk dari PaaS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Teknologi Containerization dengan Docker